Assalamualaikum
Kepada pembaca yang terhormat, saya ingin mencoba menuliskan sebuah tulisan yang berasal dari kisah saya sendiri yang belum lama terjadi. Dan semoga apa yang telah saya tuliskan ini dapat di ambil ibrah/pelajaranya untuk kita semua. Dan saya berharap cerita ini berisi dangan kabaikan.
*******
Berasal dari kerinduanku untuk bersilaturahmi dengan teman lamaku satu pesantren di Bogor, yang pada semester lalu ia di keluarkan karena banyaknya nilainya yang jelek di bawah standar yang telah di tentukan pihak yayasan.
Sudah lama keinginan ini ku pendam dalam dada. Setiap kali aku pulang ke rumahku di depok, ada saja alasan dan penghalangnya untuk dapat berziaroh ke kediaman temanku.
Akhirnya ketika datang liburan puasa kali ini, aku berinisiatif untuk melakukan kunjunganku itu. Tanpa pikir panjang aku mempersiapkan motor yang akan ku tunggangi menuju Parung-Bogor (di situlah daerah tempat tinggal temanku).
Tapi, sayangnya aku tidak memiliki nomer hp temanku ini, jadi hanya bermodal nekat dan alamat yang ala kadarnya itu akau memaksakan diri menghalau segala kesulitan yang akan saya dapati nanti di jalan.
Setelah aku memasuki daerah parung, aku mulai bertanya alamat yang akan ku tuju. Karena kebingunganku itu, aku jadi sering bertanya ke orang yang aku temui di pinggir jalan.
Setelah susah payah ku mencari, akhirnya aku menemukan jalan yang menghubungkan langsung ke kampung temanku berada. Tanpa pikir panjang ku telusuri jalan berbatu kasar yang tak tahu sampai di mana jalan ini membawaku. Ternyata kampung temanku ini tak semudah yang akau bayangkan, aku berkali-kali harus bertanya ke warga sekitar untuk mengetahui jalan ke kampung temanku itu. Ada pepatah mengatakan “Malu bertanya sesat di jalan”, tapi aku juga pernah mendengar “kebanyakan bertanya sesat di jalan”, ya itulah pepatah yang cocok untukku saat itu, aku di buat pusing dengan penjelasan orang yang ku tanya. Aku sampai berkali-kali melintasi ujung ke ujung jalan yang sama berkali-kali, tanpa arah yang jelas.
Aku kesal dengan penjelasan orang, akhirnya aku putuskan untuk berbelok ke sebuah jalan yang ku sangka itu benar, dan ternyata memang itu benar.
Tapi, tampaknya aku belum beruntung, sudah susah payah aku mencari alamat temanku, tapi, setelah dapat dia sedang tidak ada di rumah.
Ingin rasanya aku berteriak, tapi tak apalah yang penting aku telah tahu di mana rumah temanku itu.
Malamnya aku hanya di tertawai oleh temanku yang memang rumahnya berdekatan dengan rumah teman yang ku tuju.
******
Temanku ialah Hadi, yang aku ingin sekali menemuinya. Di dekat rumahnya juga ada beberapa temanku yang lain dari pesantrenku, yaitu Enda.
Setelah hari Raya Iedul Fithri, aku di minta temanku Hadi untuk berkunjung kembali ke sana, karena di sana ada teman-temanku sekaligus ustadzku.
Permintaan itu aku penuhi, setelah 3 hari dari hari Ray Iedul Fithri aku berangkat ke parung untuk kali ke dua. Dan sekarang tak susah seperti sebelumnya, dalam waktu 1 jam aku telah sampai di kediaman temanku. Aku langsung di sambut oleh Enda dan di ajak ke rumahnya.
Aku masuk bersama Enda dan Hadi, kami berbincang-bincang di halaman depan rumah Enda yang memang cukup lebar, lalu keluarlah Ayah dan Ibu Enda untuk menemui kita di luar, aku pun bersalaman dengan kedunya dan berlebaran pula dengan keduanya.
Kami asyik mengobrol dengan di temani beberapa kue di hadapan kami, dan ternyata aku juga melihat ayah Enda sedang ada di dekat kami, tapi beliau hanya diam semenjak tadi dan hanya bersender ke tembok kamar. Dalam hati aku sedikit bingung dengan beliau, tapi tak lama kemudian Enda mengajaku masuk ke kamar karena akan turun hujan.
Memang akhir-akhir ini hujan selalu mengguyur ketika datang sore, dan kali ini pun hujan turun sangat deras dengan diiringi lantunan gemuruh yang membuat jantung berdegup.
Saat memasuki waktu shalat maghrib, kami memutuskan untuk sholat di mushola yang memang dekat dengan rumah Enda, kami memakai caping ala petani yang lebar, yang Enda bilang ini adalah payung pedesaan.
Kami shalat hanya berdua saja, sedangkan temanku Hadi shalat di rumahnya karana hujan yang sangat deras. Setelah shalat, kami kembali ke rumah Enda dan kami mendapatkan orang-orang berkerumun di rumah Enda, aku di buat panik dengannya, dan Enda segera memasuki rumahnya tapi aku hanya berdiri di pelataran rumah Enda. Setelah menunggu agak lama, aku memutuskan untuk kembali saja ke Mushola, dan Enda memanggil Hadi untuk membantunya di rumah. Setelah itu Enda menemuiku di mushola bersama Hadi, mereka mengatakan bahwa ayahnya Enda sedang sakit, dan aku di ceritakan kejadian sore itu tentang ayah Enda, aku hanya mengira bahwa itu sakit biasa, seperti kebanyakan orang tua yang paling sering hanya masuk angin biasa saja.
Namun dari informasi yang ku dapatkan dari Hadi, ternyata di sana di datangkan seorang dukun (dokter kampung) aku dan Hadi hanya bergeleng-geleng kepala. Namun setelah shalat Isya bersama Hadi aku mendapat kabar dari Enda bahwa ayahnya sudah dalam kondisi membaik, kita di buat lega dengan kabar itu. Dan mereka berdua idzin kepadaku untuk kembali ke rumah Enda, dan aku sendiri di mushola.
Setelah beberapa saat mereka datang dengan membawa makanan yang cukup banyak untuk kami santap bertiga. Dengan senang kami makan dengan mengobrol dan canda. Setelah kami semua selesai makan malam, tiba-tiba datang seseorang memanggil Enda dengan tergopoh-gopoh. Spontan Enda dan Hadi berdiri dan cepat keluar menginggalkan Mushola. Aku bingung apa yang terjadi gerangan, aku berdiri dan menatap sekeliling dari balik kaca musholla, dan aku melihat orang-orang di sekitar berlarian membelah hujan yang masih turun cukup deras. Semakin lama ku perhatikan semakin banyak orang berlarian menuju rumah Enda, dan aku mendengar orang-orang yang meneriakan nama Ayah Enda. Aku semakin galau di buatnya. Aku hanya duduk sendiri di mushulla dan berharap semua akan baik-baik saja. Tapi, lama kelamaan ketenanganku terusik dengan suara-suara yang membuat panik orang yang mendengar.
Aku dengan spontan segera bangkit dan bergegas menuju rumah Enda, dan aku sangat heran dan bingung, ternyata di sana sudah banyak orang berkumpul di dalam dan di depan rumah Enda. Dengan langkah terbata-bata aku maju hasta demi hasta mendekati rumah Enda. Seketika itu juga aku mulai mendengar tangisan beberapa orang dari dalam rumah dan di ikuti oleh orang-orang yang ada di dalam. Suara tangis itu mengeras dan memecah heningnya malam di kampung itu, dan aku mendengar Endapun menangis sejadi-jadinya. Barulah aku tersadar akan kejadian yang sebenarnya menimpa Enda dan keluarga itu. Ya, berita duka cita yang sangat mengherankan bagiku, bahwa ayah Enda Telah meninggal dunia. “inalillahi wa ina ilahi raji’un”
Akupun menitkan air mata yang di temani oleh air hujan sampai membasahi pipiku, aku tidak menyangka perjumpaan dengan ayah Enda berlangsung sangat singkat, tangan itu masih bisa aku rasakan ketika bersalaman dengan beliu, dan itu adalah salaman pertama dan terakhirku, dan salam itu juga menjadi salam terakhir yang kuucapkan kepada beliu.
Kejadian ini sungguh ironis, aku sedikit tidak percaya, kedatanganku akan mengagetkanku. Lalu aku melihat Enda keluar sambil menangis tersedu-sedu yang langsung menghampiriku, dengan tangan yang ia selipkan ke wajahnya ia berjalan perlahan sambil menangis. Aku langsung memeluknya dan ia mengatakan hal-hal tentang ayahnya yang membuat aku juga menangis di pelukannya. Aku mencoba menasihatinya, agar ia dapat tabah dan bersabar menerima ini semua. Lalu ia pergi bersamaku menuju musholla untuk melakukan sholat Isya yang semenjak tadi ia masih di sibukan dengan kondisi ayahnya. Sambil duduk bersandar pada tembok masjid, aku hanya mendengar suara tangis yang tertahan dari emosi Enda. Dalam sujudnyapun dia menangis, aku dibuat pilu oleh tangisnya yang menyesakan dadanya itu.
Lalu ia kembali ke rumahnya dan aku memutuskan untuk tetap tinggal di musholla sendiri, dan tidak beberapa lama, temanku Hadi datang menemaniku. Kita berniat untuk tidur di mushollah malam itu, tapi Hadi di panggil untuk pulang karena keponakannya sedang sakit. Maka tinggalah aku seorang diri di musholla, aku sempat memberitahukan teman-temanku apa yang terjadi, ada juga yang menenangkan hatiku dan menemaniku hingga aku teridur. tanpa banyak daya, aku yang sudah kekenyangan itu tidak dapat bertahan menahan mata untuk terus terjaga, akhirnya aku tidur seorang diri di mushollah hingga pagi.
Setelah shalat Shubuh, aku di temani Hadi dan ustadzku datang ke rumah Enda, dan di halaman rumahnya telah di pasangkan tenda, dan banyak orang yang sedang tidur di bawahnya. Aku masuk ke ruang tamu di mana jenazah ayah Enda berada di sana, aku melihat orang-orang sedang membaca surat yasin. Yang aku tahu bahwa itu adalah salah, temanku Enda juga mengetahui akan hal itu, tapi apalah daya ia tidak mampu melarangnya karena dia tidak mempunyai daya akan hal itu.
Lalu aku di ajak ke rumah Hadi, untuk sarapan pagi dan mengobrol bersama di halaman rumahnya. Kami melihat beberapa orang yang melintasi kami pergi dengan membawa pacul yang hendak menggali kubur untuk ayah Enda.
Kami sambil bertanya apakah jenazah ayah Enda telah dimandikan atau belum, dan ternyata jawaban mereka bahwa jenazahnya belum juga dimandikan, karena pihak keluarga menunggu saudara mereka yang berada jauh dari Parung untuk hadir, maka proses pemandian jenazahpun di tunda-tunda.
Barulah kira-kira pukul sembilan, jenazah dimandikan dan kemudian di shalatkan di Musholla. Aku turut hadir untuk menyolati jenazah ayahanda Enda. Dan aku menemukan kebiasaan-kebiasaan orang desa pada kegiatan menyolathi jenazah, yang biasanya aku hanya mendengar dari cerita ayahku.
Lalu jenazah langsung diiringi sampai pemakaman desa yang juga tak jauh dari rumah temanku, yang letaknya di tengah-tengah sawah.
Sesampainya kami di kuburan, jenazah langsung di kuburkan. Dan di sana aku juga mendapatkan beberapa kebiasaan yang aku anggap menyalahi syariat islam. Dan setelah beberapa lama prosesi penguburan selesai dan kami memisahkan diri dari rombongan untuk pulang ke rumah masing-masing.
Depok, 14 September 2010
Mungkin cukup sampai di sini ceritaku kali ini, kalau pembaca menemukan hal-hal yang kurang jelas bisa tulis komentar di kotak kometar.
alhamdulillah dah jadi ceritanya...laen x lo ada cerita yang menarik lain'a kan saya tulis kembali..
ReplyDeletesemoga bermanfaat ya....
Enda n Hadi itu nama samaran apa nama yang aslinya .....................?
ReplyDeleteiya itu nama samaran...
ReplyDelete