Hukuman Terhadap Ahli Bid’ah
193. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan :
“Dan wajib dikenakan hukuman terhadap orang-orang yang menisbatkan dirinya kepada ahli bid’ah, membela dan memuji mereka atau menyanjung dan mengagungkan tulisan-tulisan mereka atau mengemukakan alasan bahwa ucapan (bid’ah) ini tidak dapat difahami apa maksudnya? Atau mempertanyakan benarkah mereka yang menulis kitab ini?
Dan alasan-alasan yang seperti ini yang sesungguhnya tidak akan diucapkan kecuali oleh orang yang jahil atau munafiq. Bahkan wajib pula dihukum setiap orang yang sudah mengetahui keadaan mereka tetapi tidak membantu menegakkan hukuman itu terhadap mereka (ahli bid’ah) itu maka sesungguhnya menegakkan hukuman terhadap orang-orang yang seperti ini merupakan kewajiban yang sangat agung. Karena mereka merusak akal dan agama seluruh makhluk dari kalangan masyayikh, para ulama, raja-raja dan para pemimpin bahkan menyebarluaskan kerusakan di muka bumi ini dan menghalangi manusia dari jalan Allah.” (Majmu’ Fatawa 2/132)
194. Syaikh Bakr Abu Zaid mengomentari ucapan beliau dengan mengatakan :
“Semoga Allah merahmati Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan memberinya minum dari mata air Jannah Salsabil (Amiin). Sesungguhnya ucapan beliau ini benar-benar berada pada puncak ketelitian dan urgensi (kepentingan) yang sangat tinggi dan ini meskipun ditujukan khusus untuk menghadapi orang-orang sesat dari kalangan Al Ittihadiyyah (paham manunggaling kawulo gusti) namun ternyata berlaku juga terhadap seluruh firqah sempalan (dahulu dan sekarang). Maka siapa pun yang mendukung tindakan ahli bid’ah, menghormatinya dan memuliakan karya-karya mereka dan menyebarkannya di tengah-tengah kaum Muslimin dan membanggakannya serta ikut menyiarkan bid’ah dan kesesatan yang ada di dalamnya dan tidak membongkar cacat dan (tidak pula menjelaskan) penyimpangan aqidah yang terdapat di dalamnya (jika ia melakukan hal ini) berarti ia meremehkan perintah ini. Wajib dihentikan kejahatannya itu agar tidak menimpa (menular) kepada kaum Muslimin.
Dan kita pun telah diuji pada masa ini dengan (didatangkannya) orang-orang yang berjalan di atas metode ini yakni mereka memuliakan ahli bid’ah (mubtadi’) menyebarkan ucapan-ucapan mereka tanpa memberi peringatan atas kekeliruan para mubtadi’ tersebut juga kesesatan jalan yang dilaluinya. (Bahkan di antara mereka ada yang menganggap ahli bid’ah dan pekerjaan-pekerjaan mereka mengandung kebaikan dan layak untuk dibaca dan diperhatikan, pent.). Oleh sebab itu peringatkanlah untuk menjauhi para pimpinan kebodohan pelaku bid’ah (mubtadi’) ini. Dan kita berlindung kepada Allah dari kehinaan dan orang-orangnya.” (Hijrul Mubtadi’ 48-49)
195. Rafi’ bin Asyras berkata :“Hukuman orang fasiq yang (juga) mubtadi’ adalah jangan menyebut kebaikan-kebaikannya.” (Syarh Ilal At Tirmidzy 1/353)
196. Asy Syathibi berkata :“Maka sesungguhnya golongan yang selamat --Ahlussunnah-- mereka diperintah untuk menunjukkan permusuhan terhadap ahli bid’ah, menjauhi mereka, dan menjatuhkan sanksi terhadap orang-orang yang bergabung dengan ahli bid’ah dengan hukuman mati atau yang lebih rendah dari itu. Sesungguhnya para ulama telah memperingatkan ummat agar jangan berteman dan duduk dengan mereka karena hal itu merupakan sebab timbulnya permusuhan dan kebencian. Akan tetapi tindakan demikian hanya berlaku terhadap mereka yang menjadi sebab seseorang keluar dari Al Jamaah dengan bid’ahnya dan tidak mengikuti jalan kaum Mukminin bukan karena permusuhan secara mutlak (umum). Bagaimana tidak? Kita diperintah untuk memusuhi mereka dan sebaliknya mereka diperintah untuk loyal (setia dan tunduk) kepada kitab dan kembali kepada Al Jamaah?!” (Al I’tisham 158-159)
197. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata :“Adapun dai yang mengajak ummat menuju bid’ah sangat pantas (berhak) mendapat sanksi berdasarkan kesepakatan kaum Muslimin dan sanksi itu dapat berupa hukuman bunuh (diperangi) dan terkadang dapat pula dengan selain itu. Dan apabila dengan pertimbangan tertentu seorang mubtadi’ belum pantas diberi sanksi atau tidak mungkin mendapat hukuman maka --mau tidak mau-- haruslah dijelaskan kepada ummat kebida’ahannya dan mengingatkan mereka agar menjauhinya karena hal ini termasuk dalam perbuatan amar ma’ruf nahy munkar yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.” (Majmu’ Fatawa 35/414)
(Sumber : Kilauan Mutiara Hikmah Dari Nasihat Salaful Ummah, terjemah dari kitab Lamudduril Mantsur minal Qaulil Ma'tsur, karya Syaikh Abu Abdillah Jamal bin Furaihan Al Haritsi. Diterjemahkan oleh Ustadz Idral Harits, Pengantar Ustadz Muhammad Umar As Sewwed. Diambil dari www.assunnah.cjb.net.)
No comments:
Post a Comment