Pages

Friday, 20 February 2009

BUNRAKU

Bunraku adalah sandiwara boneka tradisional Jepang yang merupakan salah satu jenis ningyo johruri. Istilah bunraku khususnya digunakan untuk ninyo johruri (sandiwara boneka dengan pengiring musik johruri) yang berkembang di Osaka.

Jōruri atau ditulis sebagai johruri adalah sebutan untuk naskah dalam bentuk nyanyian. Penyanyi johruri disebut tayū, dan menyanyi dengan iringan musik shamisen.
Kesenian ini bermula dari pementasan ningyo johruri oleh seniman Uemura Bunrakuken I di Osaka sehingga diberi nama "bunraku". Sebelumnya, kesenian ini juga disebut ayatsuri jōruri shibai (sandiwara johruri ayatsuri), dan baru secara resmi dinamakan bunraku sejak akhir zaman Meiji (1868-1912).[1]
Sebuah boneka dimainkan oleh tiga orang dalang yang disebut ningyō tsukai. Sewaktu memainkan boneka, dalang tidak menyembunyikan diri dari pandangan penonton. Gerak-gerik boneka dibuat bagaikan hidup, dengan kedua tangan dan kaki yang bisa digerak-gerakkan, serta wajah boneka yang bisa berubah ekspresi sesuai karakter yang dimainkan. Boneka memiliki mekanisme penggerak pada wajah (mata dan mulut), dan sendi-sendi kedua belah lengan, kaki, dan jari-jari tangan yang bisa digerak-gerakkan. Dalang hanya bertugas menggerakkan boneka, sedangkan semua dialog yang diucapkan boneka menjadi tugas 'tayū' dengan iringan musik shamisen.
Tingkatan dalang diatur hirarki yang ketat, berdasarkan tingkat keterampilan dan pengetahuan. Dalang paling berpengalaman menggerakkan bagian kepala dan lengan kanan. Dalang dengan pengalaman di bawahnya bertugas menggerakkan lengan kiri, sedangkan bagian kaki digerakkan dalang yang paling yunior. Dalang kepala mengenakan geta berhak tinggi (20 cm hingga 50 cm) dari kayu untuk mengimbangi posisi dalang ketiga yang menggerakkan bagian kaki boneka.[2]
Kementerian Pendidikan Jepang menetapkan bunraku sebagai Warisan Agung Budaya Nonbendawi. UNESCO menetapkan bunraku sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia dalam daftar yang diterbitkan tahun 2003.
Istilah
Bunraku adalah pertunjukan yang hanya dibawakan oleh laki-laki. Tiga unsur pertunjukan teater bunraku disebut sangyō yang terdiri dari tayū (penyanyi), pemain shamisen, dan ningyō tsukai (dalang).
Di sisi kanan penonton, terdapat panggung yang disebut yuka. Di atas yuka terdapat panggung berputar yang menjadi tempat duduk tayū dan pemain shamisen.
Bagian tubuh dalang dari pinggang ke bawah dihalangi dari pandangan penonton memakai penghalang dari papan kayu yang disebut tesuri.
Penyanyi
Tayū adalah sebutan untuk penyanyi yang melantunkan johruri (narasi dengan iringan shamisen). Dari berbagai jenis kesenian johruri yang ada, gidayūbushi義太夫節 ({{{2}}}?) adalah salah satu jenis johruri yang dimulai oleh Takemoto Gidayū dari Osaka pada awal zaman Edo.
Pertunjukan lazimnya hanya menggunakan seorang tayū yang membawakan dialog untuk semua karakter dalam cerita. Pada pementasan cerita yang panjang dan melelahkan bisa terjadi pergantian tayū di tengah-tengah cerita. Pada cerita yang perlu dialog bersahut-sahutan, dua tayū atau lebih bisa tampil duduk berjejer di panggung.
Pemusik
Pemain shamisen memainkan shamisen berukuran besar dengan gema yang terdengar berat (futo) sehingga disebut futozao shamisen. Pemusik duduk dalam posisi seiza, tapi kedua belah kaki dilipat ke belakang dengan lutut dibuka lebar, dan seluruh berat badan bertumpu di bagian pantat.
Dalang
Di zaman dulu, sebuah boneka hanya digerakkan seorang dalang. Pertunjukan memakai tiga orang dalang untuk sebuah boneka diperkenalkan pada tahun 1734 dalam pertunjukan berjudul "Ashiya Dōman Ōchi Kagami". Di zaman sekarang, bunraku memakai tiga orang dalang untuk sebuah boneka. Dalang senior yang disebut omozukai menggerakkan bagian leher (kepala) dan lengan kanan. Sebelum menjadi omozukai dibutuhan pengalaman "sepuluh tahun untuk menggerakan kaki, sepuluh tahun untuk lengan kiri".[2] Dalang penggerak lengan kiri disebut hidarizukai, sedangkan dalang penggerak kaki disebut ashizukai. Ketiga orang dalang yang berpakaian serba hitam (kuroko) menyatukan ritme bernafas berdasarkan isyarat yang diberikan dalang kepala. Pada adegan yang penting, dalang kepala sering sengaja tidak menyembunyikan wajahnya dari pandangan penonton (teknik dezukai).

No comments:

Post a Comment