Menu

Saturday 21 February 2009

IMAM ASY-SYAFI'I

RINGKASAN AQIDAH DAN MANHAJ
IMAM ASY-SYAFI'I RAHIMAHULLAH

1. Namanya
Muhammad bin Idris bin Al-Abbas bin Utsman bin Syafi’i bin Ubaid bin Abdu Yazid bin Hasyim bin Al- Muttalib (ayah Abdul Muttalib kakek Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam) bin Abdi Manaf. Beliau bertemu nasabnya dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa Salam pada Abdi Manaf. Beliau bergelar Nashirul hadits (pembela hadits), karena kegigihannya dalam membela hadits dan komitmennya untuk mengikuti sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam.1



2. Kelahiran
Imam Al-Baihaqi menyebutkan,”Imam Asy-Syafi’I dilahirkan di kota Ghazzah, kemudian dibawa ke Asqalan, lalu dibawa ke Mekkah.2 Ibnu Hajar menambahkan,” Imam Asy-Syafi’I dilahirkan di sebuah tempat bernama Ghazzah di kota Asqalan. Ketika berusia dua tahun ibunya membawanya ke Hijaz dan hidup bersama orang-orang keturunan
Yaman karena ibunya dari suku Azdiyah. Diusia 10 tahun, beliau dibawa ke Mekkah karena khawatir nasabnya yang mulia akan lenyap”.3
1 Manaaqib Asy-Syafi’i, Baihaqi, 1/472
3. Perjalanannya menuntut ilmu
Dalam usia 7 tahun Imam Asy-Syafi’i selesai menghafal Al-Qur’an dan usia 10 tahun beliau hafal Al- Muwaththa’ karya Imam Malik, usia 15 tahun dengan izin gurunya yang bernama Muslim bin Khalid Az-Zanji untuk berfatwa. Beliau juga banyak menghafal syair-syair Hudzail. Setelah itu beliau pergi ke Madinah untuk belajar fiqih dari Imam Malik bin Anas hingga Imam Malik wafat tahun 179H, setelah itu beliau belajar dai Sufyan bin ‘Uyainah. Dari hasil menggadaikan rumahnya seharga 16 dinar, Imam Syafi’i pergi ke Yaman. Karena ketidakmampuannya beliau bekerja di Yaman sambil belajar dari para ulama-ulama di sana di antaranya Ibnu Abi Yahya dan lainnya. Ketika itu, di saat pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid terjadi fitnah ‘Alawiyyin yang mengakibatkan seluruh ‘Alawiyyin terusir dari Yaman termasuk Imam Syafi’i. Beliau bersama rombongan ‘Alawiyyin dibawa ke Irak dengan diikat dan sambil disiksa. Keluar dari penjara Irak beliau belajar dari para ulama-ulama di
sana seperti Imam Muhammad bin Al-Hasan. Ketika pemerintahan Al-Makmun yang dikuasai oleh para ulama ahli kalam dan merebak banyak bid’ah, beliau pergi ke Mesir dan beliau membuka halaqah di masjid Amr bin Al-‘Ash.

4. Guru dan muridnya
Imam Syafi’i mengambil ilmu dari para ulama di berbagai tempat misalnya di Makkah, Madinah, Kufah, Bashrah, Yaman, Syam dan Mesir. Imam AL-Baihaqi menyebutkan beberapa orang guru Imam Asy-Syafi’i di antaranya sebagai berikut:
Di Makkkah
•Imam Sufyan bi Uyainah.
•Abdurrahman bin Abu Bakar bin Abdullah bin Abu
Mulaikah.
•Ismail bin Abdullah Al-Muqri.
•Muslim bin Khalid Az-Zanji.
Di Madinah
•Imam Malik bin Anas.
•Abdul Aziz bin Muhammad Ad-Darawirdi.
•Ibrahim bin Sa’ad bin Abdurrahman.
•Muhammad bin Ismail Abu Fudaik.
Di tempat-tempat yang lain
•Hisyam bin Yusuf Al-Shan’ani.
•Mutharrif bin Mazin Al-Shan’ani.
•Waki’ bin Jarrah
•Muhammad bin Hasan Al-Syaibani.
Adapun murid-murid beliau yang terkenal adalah;
- Rabi’ bin Sulaiman bin Abdul Jabbar tokoh hadits
dan fiqih, menjadi syaikh muazzin di masjid
Fusthath.
- Abu Ibrahim Ismail bin Yahya bin Ismail bin Amr bin
Muslim Al-Muzani Al-Mishri.
- Abu Yaqub Yusuf bin Yahya Al-Mishri Al-Buwaithi.
Beliau juga bertemu dengan Imam Ahmad bin Hambal
dan saling mengambil ilmu antara keduanya.

5. Karya-karyanya
Imam Syafi’i memiliki karya tulis yang banyak sekali, di antaranya yang paling terkenal adalah:

1. Kitab Al-Umm, Kitab fiqih yang terdiri dari empat jilid berisi 128 masalah dan terbagi ke dalam 40 bab lebih.

2. Kitab Al-Risalah Al-Jadidah, Kitab ini dianggap sebagai induk kitab ushul fiqh yang terdiri dari satu jilid besar yang sudah di-tahqiq oleh Ahmad Syakir.

3. Selain yang dua ini ada beberapa kitab yang dinisbahkan kepada beliau di antaranya kitab Al- Musnad, As-Sunan, Ar-Rad ‘ala Al-Barahimiyah dan Mihnatu Imam Asy-Syafi’i.

6. Wafatnya
Setelah mengalami penyakit wasir yang menyebabkan keluar darah terus menerus, Imam Asy- Syafi’i wafat pada akhir bulan Rajab tahun 204H dan dimakamkan di Mesir. Wallahu ‘A’lam.

0 comments: