Menu

Friday 20 February 2009

Impian Jepang Memimpin TI

Pada Oktober 2004 wartawan Republika, Firkah Fansuri, diundang Matushita Electric Industrial mengikuti Panasonic Media Tour di Tokyo dan Osaka, serta menghadiri CEATEC (Combined Exhibition of Advanced Technologies) 2004 di Tokyo, Jepang. Berikut catatannya.

Layar berukuran sekitar tiga kali empat meter yang menyatu dengan dinding itu dalam hitungan detik cepat berubah. Semula layar televisi tersebut mengeluarkan alunan musik lengkap dengan para pemain layaknya sebuah konser.
Dengan sentuhan jari tangan, layar tersebut berubah menjadi alat komunikasi dengan orang lain di tempat yang berbeda. Kemudian, lewat satu sentuhan lagi, layar itu pun menampilkan berbagai informasi yang dibutuhkan. Para pengunjung yang menyaksikan layar kaca di dalam sebuah kamar tersebut bertepuk tangan ketika 'pertunjukan' tersebut usai. Para pengunjung yang merupakan rombongan wartawan dari Asia, Eropa, Amerika Serikat dan Amerika Latin tersebut berdecak kagum pada teknologi yang ditawarkan oleh pertunjukan singkat tersebut.
Di tempat lain, sebuah kamar yang disebut dengan 'rumah masa depan' menampilkan pertunjukan yang tak kalah serunya. Sebuah ruangan yang didesain dengan sangat lengkap untuk berkomunikasi dengan pihak luar. Bahkan, di ruang tersebut semua kebutuhan kita dapat terpenuhi. Lagi-lagi tentu saja dengan 'bantuan' teknologi komunikasi yang canggih.
Setiap kali berkunjung ke Tokyo, Jepang, pertunjukan semacam itu akan mudah didapatkan di Panasonic Center, dan National Center Tokyo. Pusat teknologi milik Matshusita tersebut merupakan salah satu proyek besar produsen elektronik Jepang ini untuk mewujudkan produk-produk teknologi digital dengan berbasis jaringan. Junji Kanegawa, public relation Matsushita Electric Asia Pte Ltd menyatakan peralatan rumah tangga hingga perkakas yang berhubungan dengan lingkungan global akan tersambung dalam jaringan. ''Itu semua contoh prototipe yang nantinya akan kita pasarkan,'' paparnya.
Sejak bertekad untuk menjadikan negaranya pemimpin TI tahun depan, Jepang memang terus bekerja keras untuk mewujudkan cita-cita itu. Dengan menggandeng pihak swasta, pemerintah Jepang menciptakan beragam program untuk mempercepat cita-cita menuju negara pemimpin TI. Wajah masyarakat Jepang memang tampaknya tidak bisa 'dipisahkan' dengan TI. Mereka terus-menerus mengembangkan berbagai penemuan baru di bidang teknologi ini.
Berbagai konsep produk pun mereka tampilkan di arena pameran semacam itu. Salah satunya di arena CEATEC 2004 yang menampilkan seluruh produsen elektonik Jepang. Pimpinan produsen elektronik dan TI terdepan di Jepang seperti Matsushita, Sony, Toshiba, dan lainnya berlomba-lomba menunjukkan bahwa produk merekalah yang terbaik. Para produsen ini mengklaim produk mereka yang paling mampu memenuhi harapan masyarakat Jepang untuk menjadi pemimpin TI.
Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan TI di Jepang memang menunjukkan pertumbuhan yang mencengangkan. Jepang perlahan mulai mengubah masyarakatnya menjadi uniquitious society, sebuah istilah untuk menyebut peradaban baru di era digital. Masyarakat yang terhubung kemana saja. Bukan hal yang mengherankan jika di tengah keramaian Tokyo yang sibuk dan berhenti bernapas, kita dapat menyaksikan orang-orang asyik dengan gadget, perangkat tangan digital mulai dari notebook, PDA, ponsel berkamera, atau communicator.
Kunio Nakamura, CEO Matsushita Electric Industrial, menyebut perkembangan ini mampu mengubah wajah Jepang dalam menerapkan strategi dunia maya. ''Jika dulu Jepang masih berkutat pada program mendongkrak teknologi informasinya, kini fokus perhatian pemerintah lebih pada bagaimana memasyarakatkan penggunaan teknologi informasi sebanyak mungkin di kalangan masyarakat,'' kata Nakamura ketika menjadi pembicara kunci saat pembukaan pameran teknologi dan infromasi CEATEC 2004, Oktober lalu.
Nakamura menyebut tidaklah agresif jika pemerintah Jepang mengimpikan pada 2010 kelak, negeri Matahari Terbit itu akan menjadi pusat uniquitous society. Menurut Nakamura, ada tiga hal penting untuk menunjang impian menuju puncak masyarakat melek TI. Ia menyebut infrastruktur jaringan, peralatan terminal TI, dan service content sebagai faktor penting. Infrastruktur jaringan misalnya memerlukan broadband dan penyedia layanan internet (internet provider -- IP).
Jika bicara tentang teknologi digital, tak pelak konsep yang makin ramah pemakai juga menjadi perhatian. Perusahaan TI Jepang, kata Nakamura, kini makin rajin mengeluarkan produk yang kecil dan makin mobile-oriented. Produk itu Mudah ditenteng dan gampang dioperasikan.
Pertumbuhan perangkat teknologi digital di Jepang juga kian mencengangkan dalam 10 tahun terakhir. Satu dekade silam, orang hanya mengenal ponsel sebagai perangkat teknologi pengantar suara. ''Namun, waktu menunjukkan teknologi mampu membuat ponsel menjadi perangkat dengan banyak fungsi,'' papar Nakamura.
Pengguna ponsel yang membengkak di Jepang menunjukkan fenomena ini. Lebih dari 80 persen ponsel yang beredar di Jepang kini dilengkapi dengan fasilitas yang terhubung ke internet. Tak kurang 70 juta orang di Jepang berlangganan internet dalam empat tahun terakhir dan fasilitas yang ada di ponsel tentu saja memudahkan mereka untuk tersambung ke jaringan internet tanpa memandang tempat dan waktu. Jumlah ini merupakan yang tertinggi di dunia dengan Jepang di urutan pertama dan Korea Selatan di urutan kedua.
Barang Bekas Diproduksi Ulang
Para pekerja di pabrik itu tampak sibuk. Yang satu mengangkat tumpukan televisi satu per satu ke ke line pabrik. Pekerja lain melepaskan tabung kaca dari televisi tersebut. Karyawan lainnya, mengambil bagian lain dari televisi itu lalu memisahkan dari kerangka televisi. Pada akhirnya berbagai komponen di televisi itu benar-benar terpisah.
Apa yang dilakukan setelah itu? Komponen televisi yang masih layak lalu digunakan kembali. Setelah itu diproduksi menjadi televisi produksi daur ulang. Semudah itu? Tentu saja tidak. Ada sejumlah proses yang harus dilewati. Tapi, pada prinsipnya tidak akan berbeda jauh dengan produksi televisi pada umumnya di sebuah pabrik.
Di Matsushita Eco Technology Center (Metec), Jepang, kita dapat menemukan proses produksi seperti itu. Matsushita Electric yang selama ini memproduksi berbagai produk elektronik dengan merek Panasonic yang memiliki pabrik sekaligus juga pusat pengembangan industri daur ulang itu. Tidak hanya televisi yang diproduksi daur ulang. Namun juga ada kulkas, pendingin udara, dan mesin cuci.
President Metec Nobutaka Tsutsumi menyatakan Metec didirikan dengan investasi lima triliun yen. ''Kini Metec sudah mampu memproduksi barang elektronika dari rongsokan,'' paparnya beberapa waktu lalu. Kehadiran Metec tentu saja bukan tanpa alasan. Jepang sejak belasan tahun silam memang mengalami persoalan dengan menumpuknya barang-barang rumah tangga rongsokan di pingir jalan atau tepi-tepi sungai. Kehadiran sampah itu membuat pemandangan tak sedap. Diperkirakan 20 juta barang elektornik rumah tangga bekas setiap tahun ada di Jepang.
Hal Itulah salah satu yang melatarbelakangi kehadiran Metec. Apalagi di Jepang pemberlakuan peraturan daur ulang mulai diterapkan pada 2001. Metec hadir di pinggiran kita bagian barat Jepang bernama Yashiro. Ia berada di kota kecil yang hamparan hijau sawah masih banyak membentang. Bahkan lokasi Metec sendiri berada di tengah-tengah sawah sekitar penduduk.
Karena itu, papar Tsutsumi, Matsushita bertindak ekstra hati-hati agar sistem pengairan tertutup yang mereka bangun tidak mencemarkan lingkungan sekitar. Dalam Metec sendiri terdapat kecanggihan teknologi yang berbaur dengan pakar dan teknisi ahli. Menurut Tsutsami, sesuai ketentuan, komponen pesawat televisi, pendingin ruangan, mesin cuci dan lemari es harus 50 persen sampai 60 persennya dapat didaur ulang. Konsekuensinya, konsumen harus rela membayar hingga 4.600 yen untuk merekondisi peralatan tersebut.
Mekanismenya melalui jaringan kompleks distribusi. Konsumen menaruh barang-barang bekas mereka di depan pintu rumah. Setelah itu diambil petugas Metec untuk dibawa ke pabrik daur ulang. ''Metec memiliki empat mesin pemrosesan. Satu mesin untuk setiap jenis barang rongsokan,'' ucapnya. Pada tahun pertama operasi, pabrik tersebut 'melumat' lebih dari sejuta pesawat televisi, pendingin udara, dan mesin cuci. Dan, sekarang beroperasi pada level 10 persen sampai 15 persen di atas rata-rata yang disyaratkan undang-undang.
Masing-masing mesin menjalankan fungsinya, apakah memakai tangan untuk pesawat televisi atau dorongan tenaga untuk mesin cuci. Komponen-komponen kemudian dipisahkan. Monitor kaca pada pesawat televisi dicungkil secara hati-hati dengan menggunakan 'pisau' khusus Metec agar racun di kaca bagian belakangnya tidak bercampur kaca yang masih bagus di layarnya.
Sedangkan untuk mesin cuci lain lagi dan lebih rumit. Diperlukan magnet dan blower angin untuk menghasilkan pisahan-pisahan sampah yang bersih. Pemrosesan mesin cuci ini juga menggunakan plastik polypropylene berbagai warna yang dicampur dan digunakan dalam bentuk komponen 'non estetika' yang tidak kelihatan pada mesin cuci model baru.
Menurut Tsutsami para peneliti Metec terus mengembangkan cara-cara baru dalam mengambil barang-barang rongsokan yang paling parah dan rumah konsumen setiap hari. Namun yang terpenting, menurut dia, dalam hal 'pemulihan' dan daur ulang, Metec terus mempelajari proses siklus keseluruhan. Hal itu dilakukan mulai desain dan perencanaan produk melalui pembelian bahan-bahan, produksi, distribusi, penjualan hingga bagaimana kehendak konsumen. ( )

0 comments: