Menu

Sunday 7 December 2008

bunraku-Boneka

Buranku “Boneka Yang Hidup Sampai Sekarang”

Buranku adalah seni pertunjukan boneka asal negeri Sakura, yang pada tahun 2003 ditetapkan oleh UNESCO sebagai salah satu warisan dunia. Ia mulai berkembang sejak abad ke-17. kelahiran Buranku dimulai ketika Ayatsuri Ningyo (sebuah seni pertunjukan yang lebih tua) digabungkan dengan narasi / joruri. Pertunjukan ini kemudian dikenal sebagai pertunjukan boneka dengan narasi atau naskah.
Seni pertunjukan boneka ini kemudian mencapai puncak ketenaran ketika Chikamatsu Monzaemon (1653-1724) memainkan boneka dan Takemoto Gidayu (1651-1714) membawakan narasinya. Mereka berdua kemudian membuka teater Takemoto di Osaka pada tahun 1684 yang merupakan tanda keemasan pertunjukan tradisional Jepang itu dimulai.
Berbagai kelompok teater serupa pun bermunculan. Salah satunya adalah yang didirikan oleh Uemura Burankuken yang berasal dari Awaji. Kelompok teater ini mencapai puncak kejayaan pada abad ke-19 di kota Osaka. Dominasi kelompok teater milik Uemura Burankuken ini kemudian menjadikan seni pertunjukan boneka tersebut dikenal sebagai sinonim sang seniman, yaitu Buranku.
Buranku adalah seni tradisional yang seluruh bagiannya hanya melibatkan para pria. Seni Buranku juga masih memegang teguh pakem-pakem lama. Hal ini setidaknya tampak dalam proses pembuatan boneka. Boneka Buranku terdiri atas beberapa bagian utama, yaitu kepala, dua tangan, badan, dan dua kaki. Boneka Buranku berkualitas bagus dapat bertahan hingga sekitar 40-50 tahun. Boneka seperti itu menggunakan kayu siprus khas Jepang yang disebut hinoki. Biaya untuk membuat satu buah boneka Buranku lengkap dengan kostum dan riasan wajah terbilang sangat mahal, bisa mencapai 5-6 juta Yen.
Pengerjaan bagian kepala merupakan salah satu yang paling sulit, karena satu kayu utuh harus dibentuk menjadi kepala lalu dibelah dua tepat di bagian belakang telinganya. Rongga di bagian kepala itu adalah tempat untuk menggerak-gerakan mata dan mulut boneka dengan benang berwarna putih. Riasan di bagian wajah dilakukan dengan sangat teliti, mengikuti karakter dan pola emosi sang tokoh yang ingin ditampilkan. Untuk bagian rambut, semua boneka menggunakan rambut asli manusia. Akan tetapi karena pada masa ini semakin sedikit wanita jepang yang memiliki rambut panjang, maka pengrajin boneka Buranku harus mencari rambut itu hingga ke pedalaman China.
Sementara itu, untuk masalah kostum, masyarakat Jepang masih sangat menjaga pakem tradisi, meski demikian Buranku juga tetap disajikan dengan penyesuaian terhadap pergeseran pola kehidupan masyarakat modern.

Pementasan Buranku
Pementasan Buranku melibatkan seorang penggerak (dalang), gidayu (pelantun tembang) jaruri, serta didiringi musik shamisen ( semacam alat musik petik bersenar tiga)
Pertunjukan Buranku sangat didukung oleh para penggerak boneka, mereka biasa juga disebut sebagai manipulator gerak. Tiap boneka biasanya digerakan oleh tiga manipulator, tetapi kadang cukup dibawakan oleh satu penggerak saja. Pemain utama menggerakan bagian kepala dan tangan kanan boneka, sementara itu yang lain khusus bertugas menggerakan tangan kiri. Dan satu yang lain lagi bertanggung jawab atas kaki si boneka.
Dahulu semua penggerak boneka selalu menggunakan baju serba hitam dan kepalanya pun ditutup rapat dengan kain berwarna hitam. Warna hitam itu melambangkan ketiadaan. Dengan demikian gerakan-gerakan boneka buranku diimajinasikan sebagai sebuah gerakan hidup, bukan gerakan yang dibuat oleh manusia. Namun seiring dengan kepopuleran pertunjukan Buranku, tak jarang pemain utama tampil tanpa tutup kepala berwarna hitam. Ia akan tampil dengan piawai dan akhirnya mendapat ketenaran. Karena itu tak jarang seorang manipulator Buranku kemuadian berpindah jalur menjadi seorang pemain kabuki.
Sebuah pertunjukan Buranku akan dimulai dengan sebuah lolongan panjang dari seseorang. Kemudian tirai panggung yang berwarna-warni mulai tersibak. Di sisi kanan panggung akan muncul dua pria berpakaian tradisional, yang duduk bersimpuh menghadap ke arah penonton. Sementara pria yang duduk di sebelah kiri disebut sebagai tayu. Ia adalah orang yang bertugas menyuarakan tokoh Buranku. Ia menyanyi, merajuk, mendiskripsikan suasana serta perasaan para tokoh dalam adegan itu. Kalimat-kalimat dan nyanyian yang disuarakan seorang tayu akan diiringi oleh suara petika shamisen. Pemain shamisen duduk persis di samping tayu, dengan demikian seorang pemain shamisen harus sungguh-sungguh peka dan jeli mengikuti alur cerita yang dibawakan sang dalang.

Buranku di Masa Kini
Pada mulanya, satu sesi pertunjukan Buranku ditampilkan dalam durasi 5-6 jam. Akan tetapi karena terlalu menyita dan melelahkan, sekarang Buranku hanya menyajikan sesi-sesi terbaik dari alur cerita, dan durasinya hanya berkisar antara 1- 1,5 jam saja.
Seiring dengan laju globalisasai, seperti halnya Wayang Orang di Jawa, peminat Buranku pun kian menyusut. Populasi jepang yang kian didominasi generasi tua dan tingkat pertumbuhan yang sangat rendah pun akhirnya menempatkan Buranku sebagai ekspresi emosi di muka ketiadaan.
Rendahnya minat atas Buranku antara lain juga disebabkan oleh faktor kesulitan mempelajari Buranku. Untuk mempelajari Buranku, seorang orang muda harus mengikuti budaya dan gaya hidup pada 200-300 tahun silam. Ini pasti sangat rumit. Di sisi lain, Buranku dan para pemainnya seakan menggambarkan tuanya populasi Jepang. Mereka menua dan terus menciut dalam hal jumlah, sementara generasi penerus mereka tidak terlalu banyak yang berminat. (-fyuni-)
Dari berbagai sumber

1 comments:

Anonymous said...

sayang ga da nama pembuat boneka bunrakunya


tp cukup jelas