Melodi Shamisen
Rabu, 30 Januari 2008 | 15:26 WIB
Duduk sendirian di bangku tanpa sandaran di atas panggung, Kazuhiro Fukui asik memetik alat musik shamisen. Sembari memejamkan mata, pria 29 tahun ini memainkan melodi-melodi dengan tempo cepat. Petikan jari yang bertenaga pada tiga senar shamisen menghasilkan nada yang mengentak-entak.Setelah lagu pertama yang berjudul Tsugaru Aita Bushi itu dimainkan, sekitar 200 penonton di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, memberikan aplaus meriah. Penampilan Kazuhiro dengan shamisen-nya yang digelar oleh Japan Foundation pada Kamis malam lalu itu begitu menyita perhatian.
Alat petik shamisen yang dimainkan Kazuhiro adalah jenis tsugaru shamisen. Alat musik ini banyak dimainkan di sebelah utara Jepang. Awalnya, alat musik ini dibawa dari jazirah Arab pada abad ke-16. Setelah melalui Cina dan Korea, alat tersebut tiba di Jepang.
Pada zaman Edo (1603-1868), tsugaru shamisen dimainkan pada pertunjukan hiburan rakyat semacam teater dan drama boneka Jepang yang disebut kabuki dan bunraku. Hasilnya, popularitas tsugaru shamisen semakin meningkat dan ditetapkan menjadi salah satu alat musik tradisional Jepang.
Di daerah Tsugaru, alat ini banyak digunakan para tunanetra untuk meminta bantuan. Mereka memainkannya di depan rumah penduduk untuk sekadar mencari sumbangan guna melanjutkan hidup mereka. Pada pertengahan abad ke-19, tsugaru shamisen banyak digunakan sebagai musik latar penyanyi folk. Lama-kelamaan alat petik ini diapresiasi sebagai alat musik yang dimainkan tunggal ataupun kolaborasi.
Sebagai alat musik tunggal, tsugaru shamisen membutuhkan teknik tinggi pemainnya karena banyak menampilkan tempo cepat, nada yang dinamis, serta kreativitas dan improvisasi yang tinggi. Hal itulah yang dipertontonkan Kazuhiro. Tangan kirinya lincah berpindah-pindah mengganti kor nada, sedangkan tangan kanannya menari menghasilkan petikan bertenaga.
Menurut Kazuhiro, permainan tsugaru shamisen dari tahun ke tahun semakin cepat. Dulu, kata dia, orang lebih sering memainkan alat ini dengan nada yang lambat. "Perubahan zaman menyebabkan permainan tsugaru shamisen semakin cepat dan dipadu dengan teknik tinggi," ujar pria yang telah memiliki satu anak dan menetap di Tokyo ini.
Kazuhiro, yang tampil mengenakan haori--mirip baju kendo--biru dan hakama--celana tradisional--hitam, dinilai memberikan gambaran yang lengkap mengenai permainan tsugaru shamisen.
Selain lagu dengan tempo cepat, ia memainkan satu lagu bertempo lambat yang berjudul Tosa No Sunayama. Ini adalah lagu yang sering dimainkan pada upacara Bon-Odori, upacara tradisional untuk mendamaikan arwah. Suasana mengenang kematian kental terasa dalam permainan Kazuhiro.
Di Jepang, kini tsugaru shamisen menjadi semacam gaya yang banyak diminati anak muda Jepang. Alat ini banyak digunakan berkolaborasi dengan berbagai grup musik, baik beraliran pop maupun rock. Hal itu karena suara yang dihasilkan tsugaru shamisen merupakan nada yang dinamis dan bertenaga tapi tetap sensitif dan berjiwa.
Perkenalan tsugaru shamisen pada publik semakin lengkap ketika Kazuhiro mempersilakan salah satu penonton mencoba alat itu. Artis Sherina Munaf yang memberanikan diri untuk mencobanya. "Ini pertama kali saya memegang shamisen," ujar dara manis itu. Sherina hanya sebentar di atas panggung dan memainkan tsugaru shamisen hanya dua kali.
Alat musik sepanjang 1 meter itu terdiri atas beberapa bagian, yakni do (badan yang terbuat dari kayu angsana), sao (batang tempat senar), itomaki (penggulung dawai di ujung sao), kawa (penutup do yang terbuat dari kulit punggung anjing Akita), chougen (pengatur suara), ito (senar), dan bachi (alat pemetik sepanjang 20 sentimeter yang terbuat dari kulit penyu dan tanduk kerbau). "Harga alat ini senilai dengan mobil BMW," ujar Kazuhiro.
0 comments:
Post a Comment